Tari Kecak (Kecak Dance)
merupakan kreasi seorang penari kenamaan Bali, I Wayan Limbak, dan
seorang pelukis berkebangsaan Jerman, Walter Spies, pada tahun 1930-an.
Pada awalnya, dua seniman ini terpesona oleh tari-tarian dalam ritual
Sanghyang yang para penarinya menari dalam kondisi kemasukan roh
(kesurupan). Ritual Sanghyang sendiri merupakan ritual masyarakat Bali
yang bersumber dari tradisi pra-Hindu dengan tujuan untuk menolak bala.
Ritual ini kemudian diadopsi oleh I Wayan Limbak dan Walter Spies
menjadi sebuah seni pertunjukan untuk umum untuk ditampilkan di berbagai
negara di Eropa dengan nama Tari Kecak.
Tari
Kecak dimainkan oleh sejumlah penari (umumnya pria), antara 50 sampai
150 orang, dengan durasi antara 45—60 menit. Tarian ini mengkomposisikan
instrumen vokal para penarinya (a cappella) dengan bunyi “cak,
cak, cak…” sembari mengangkat kedua lengan untuk mengiringi cerita epik
Ramayana yang menjadi cerita utama dalam tarian ini. Oleh karena paduan
suara yang diucapkan para penari dianggap mirip dengan suara monyet,
maka turis mancanegara kerapkali menyebut tarian ini sebagai “Mongkey Dance”.

Penggalan
epik Ramayana yang menjadi sumber cerita adalah kisah penculikan Dewi
Sinta (istri sang Rama) oleh Raja Rahwana dari negeri Alengka. Dalam
tarian ini digambarkan bagaimana Rama berjuang membebaskan kekasihnya,
Dewi Sinta, yang diculik dan dibawa kabur oleh Rahwana. Kisah ini
bertambah seru karena perjuangan sang Rama dibantu oleh Hanoman (si Kera
Putih) dan Sugriwa. Selain mementaskan cerita epik Ramayana, Tari Kecak
juga menampilkan Tarian Sanghyang Dedari dan Sanghyang Jaran sebagai
penutup pertunjukan.
Wisatawan
yang berminat menyaksikan Tari Kecak dapat memilih satu di antara tiga
lokasi pertunjukan, antara lain di Pura Luhur Uluwatu, di Desa
Batubulan, serta di Jalan Hanoman (di daerah Ubud). Di Pura Luhur
Uluwatu dan di Desa Batubulan, wisatawan dapat menonton
pertunjukan Tari Kecak setiap hari dimulai pada jam 18.00/18.30 WITA.
Sementara, di Ubud pertunjukan Tari Kecak dilaksanakan setiap Selasa,
Kamis, dan Jumat pada pukul 19.00 WITA.
Berbeda
dengan jenis seni pertunjukan Bali lainnya, Tari Kecak memiliki
keunikan karena tidak mengandalkan istrumen alat musik untuk mengiringi
tarian, melainkan paduan suara para penarinya. Irama bunyi “cak, cak,
cak…” ditata sedemikian rupa, sehingga menghasilkan suatu paduan yang
sangat harmonis, diselingi dengan beberapa aksen dan ucapan-ucapan
lainnya. Para penari yang membunyikan suara “cak, cak, cak…” tersebut
biasanya bertelanjang dada dan hanya mengenakan kain kotak-kotak seperti
papan catur yang melingkari pinggang mereka. Sementara tokoh Rama,
Sinta, Rahwana, Hanoman, maupun Sugriwa memakai pakaian seperti umumnya
pada pertunjukan ketoprak.
Dalam
tarian ini, ritme bebunyian yang diucapkan oleh para penari cukup
menghadirkan aura mistis bagi penonton. Apalagi setelah cerita Ramayana
dalam tarian ini selesai dipentaskan, pertunjukan disambung dengan
tarian Sanghyang Dedari dan Sanghyang Jaran yang para penarinya diyakini
kemasukan roh halus, sehingga kebal ketika menari di atas bara api.
Tarian
Sanghyang Dedari merupakan tarian untuk mengusir roh-roh jahat yang
dipentaskan oleh dua gadis yang masih perawan. Sementara Sanghyang Jaran
adalah tarian yang dibawakan oleh lelaki kesurupan yang
berjingkrak-jingkrak seperti tingkah laku seekor kuda dan menari di atas
bara api. Karena ciri khas dari Tarian Sanghyang Jaran ini, Tari Kecak
juga dikenal dengan sebutan Tarian Kecak dan Api (Kecak and Fire Dance). Pertunjukan
terakhir ini semacam bonus yang dapat mengundang decak kagum para
penonton. Usai pertunjukan, penonton juga dipersilahkan untuk mengambil
gambar bersama para penari.
Tour & More info : kayu_urip@yahoo.com
No comments:
Post a Comment