Kain Tenun bukan hanya buah keterampilan turun-temurun bagi
masyarakat Bali, melainkan juga bentuk identitas kultural dan artefak
ritual. Di luar lingkup tradisi masyarakat daerah tujuan wisata, kain
tenun Bali pun tidak sebatas cendera mata atau sekedar oleh-oleh khas
Bali semata, tetapi terus berkembang sebagai komoditas ke dunia fashion
yang berbasiskan budaya.
Seperti halnya masyarakat pengrajin kain tenun Bali yang terkenal
yaitu di Desa Sidemen di Kabupaten Karangasem sebagai salah satu pusat
produksi kain tenun di Bali. Menenun kain menjadi aktivitas sehari-hari
di hampir semua rumah di desa Sidemen ini melakukan kegiatan rutinnya
sebagai penenun. Hampir semua orang di desa ini bisa menenun, belajar
dari orang tua mereka secara turun temurun.
Di kelilingi oleh kehijauan alam yang alami mendominasi pemandangan
di Sidemen. Keindahan sawah berundak membuat para touris lokal dan
mancanegara kerapkali melakukan pelesiran menuju Sidemen, sekitar dua
jam perjalanan dari Denpasar.
Di Sidemen sterdapat dua jenis utama kain tenun yang selama ini di pasarkan di Bali dan luar Bali. Kain tenun Ikat, biasa disebut endek, dipakai sehari-hari. Sementara kain tenun songket
digunakan untuk beragam upacara penting dalam siklus kehidupan
masyarakat Bali, antara lain upacara potong gigi, perkawinan, hari raya,
kremasi, dan upacara keagamaan serta dalam acara adat.
Proses menghasilkan sehelai kain tenun ikat akan dimulai dengan
memintal benang. Kemudian benang dibentangkan di alat perentang, dan
helaiannya diikat dengan tali rafia sesuai pola ragam hias dan warna
yang diinginkan.
Setelah pengikatan berpola tersebut, benang dicelup atau diwarnai.
Benang yang sudah diwarnai kemudian di-gintir atau dipilah, lalu baru
ditenun menjadi kain.
Pada tenun songket, kain ditenun dengan menyisipkan benang perak,
emas, tembaga, atau benang warna di atas lungsin yang mendasari.
Penempatan tambahan benang ini membentuk corak yang diinginkan dan
adakalanya dipadu pula dengan teknik ikat.
Bagi kalangan yang ingin menggunakan kain tenun sebagai produk
fashion, bukan demi kepentingan upacara, persoalan klasik menyangkut
kain ini adalah ketebalan dan kekakuannya. Akibatnya, pada waktu lalu,
kain songket tidak mudah digunakan dalam beragam model busana.
Dulu penenun memakai benang rangkap dua. Kain setelah jadi menjadi
tebal dan kaku. Sekarang kita perkenalkan tenunan dengan benang satu.
Pengerjaannya makan waktu dua kali lipat lebih lama. Harga juga jauh
lebih mahal, tetapi hasilnya, kain yang halus dan lembut.
Beberapa kreasi baru telah diterapkan dalam pengaturan motif, ragam
hias ikat dan songket begitu juga dalah hal kreasi pewarnaan.
Untuk upacara ritual, corak menjadi sakral kalau sudah diberkati, itu
tidak diganggu. Namun, pada dasarnya orang Bali sangat terbuka dengan
corak-corak baru yang diambil dari alam di sekitarnya, misal corak bunga
dan daun.
Warna dasar tenun bali umumnya warna cerah. Oleh karena itu,
dikembangkan pula kreasi warna baru yang lebih natural, warna pastel,
dengan bahan pewarnaan alam.
Mengikuti berbagai Pameran, tidak hanya dapat mempromosikan karya
para perajin, tetapi juga menyadarkan bahwa kreasi adalah proses yang
tidak boleh berhenti.
Best Regards
Kompra Made (Made Sujana)
Best Regards
Kompra Made (Made Sujana)
No comments:
Post a Comment